Komisioner KPU Priyo Handoko Gelar Diskusi Buku

Tanjungpinang (infoluarbiasa.com)- Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Raja Haji Tanjungpinang bersama Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kepri mengadakan diskusi buku “Provinsi Baru Pasca Reformasi” karya komisioner KPU Kepri, Priyo Handoko, Selasa (18/11), di aula kampus Stisipol, Tanjungpinang.

 

Diskusi buku itu menampilkan narasumber pengamat politik Kepri, Dr. Zamzami A Karim, MA dengan moderator Dr. Endri Sanopaka, M.Si, mantan Ketua Stisipol Raja Haji Tanjungpinang. Acara dihadiri aktivis dan mahasiswa setempat.

 

Dalam sambutannya, Wakil Ketua II Stisipol Raja Haji Tanjungpinang, Rendra Setyadiharja, menyambut baik format kegiatan tersebut.

 

Ia menilai diskusi semacam ini “lebih lekat” ketimbang kuliah biasa. Waktu kuliah, lanjut Rendra, dia selalu mencari diskusi seperti ini.

 

“Dulu waktu saya kuliah S2 di Yogja, saya selalu mencari diskusi buku serupa ini, walaupun bayar. Oleh sebab itu, kegiatan ini mesti diikuti dengan baik oleh setiap mahasiswa. Sudah peroleh ilmu, dapat snack lagi,” ujarnya.

 

Di sisi lain, Harken dari TBM menyoroti tantangan literasi. Ia menjelaskan bahwa saat ini terdapat 3.800 TBM di Indonesia, dengan 21 TBM berada di Tanjungpinang. Harken menekankan bahwa literasi tidak hanya sebatas baca-tulis, melainkan harus membahas hidup dan kehidupan.

 

Ia juga menyoroti perubahan minat masyarakat terhadap kegiatan ilmiah. “Dulu orang datang berbondong-bondong ke diskusi walau bayar, sekarang kurang padahal dikasih snack dan kadang dapat uang transportasi,” ungkapnya.

 

Diskusi ini berfokus pada bab-bab krusial buku karya Priyo yang membahas secara mendalam proses dan dampak pemekaran, khususnya kasus pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

 

Penulis buku, Priyo, menyoroti bab yang secara khusus mengupas soal pemekaran daerah. Ia mengungkapkan bahwa proses pemekaran Kepri memiliki “bolong” karena tidak mendapatkan persetujuan dari Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi Riau kala itu.

 

Proses penulisan buku ini, menurut Priyo, berawal dari studinya di tingkat S1 hingga S2. Ia meramu berbagai isu-isu penyebab munculnya alasan pemekaran daerah, seperti: varian kesenjangan dan ketidakpuasan terhadap provinsi induk.

 

Kemudian, isu peningkatan pelayanan publik dan isu peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah.

 

Priyo kemudian melempar pertanyaan kritis kepada audiens: “Apakah di tahun 2025 ini sudah ada keberhasilan atas isu-isu kenapa pemekaran itu dibuat?”

 

Ia mempertanyakan apakah bukti fisik seperti pembangunan pusat perkantoran Dompak dan masjid megah di sana sudah cukup, atau apakah ada tujuan hakiki yang belum terwujud di Kepri hingga saat ini.

 

Sementar itu, Zamzami mengapresiasi keberhasilan Priyo dalam “mengekstrak momen pemekaran daerah” ke dalam sebuah buku. Zamzami mengungkapkan bahwa inti dari buku ini menyentuh “Parkinson Syndrome,” di mana terjadi pembengkakan birokrasi tanpa peningkatan fungsi baru pasca-pemekaran.

 

Namun, ia memberikan catatan kritis. Menurutnya, secara fungsional, daerah pemekaran seperti Kepri belum mencapai maksimal. Hal ini sejalan dengan pertanyaan Priyo tentang tujuan hakiki pemekaran.

 

Endri Sanopaka dan Rendra Setyadiharja sepakat bahwa buku “Provinsi Baru Pasca Reformasi” karya Priyo, bisa menjadi buku akademis sebagai rujukan penting bagi mahasiswa. (red)

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *