Kabar OTT dan Renungan Hidup

“Allah tidak membebani satu jiwa melainkan sesuai kesanggupannya.”

(QS. Al-Baqarah: 286)

 

Ketika saya pulang Senin siang (3/11), istri berkata pelan, “OTT juga jadinya”. Saya terdiam. “Siapa yang di-OTT?” tanya saya kemudian. “Abdul Wahid, Gubernur Riau,” jawabnya.

Sekejap saya kaget, lalu mencari kabar melalui ponsel.

 

Berita itu memenuhi layar. KPK disebut menangkap Gubernur Riau, kendati ada bantahan dari Kadis Kominfo: katanya, sang gubernur hanya dimintai keterangan. Ustaz Abdul Somad pun menyampaikan hal serupa. Tapi akhirnya KPK menetapkan Abdul Wahid tersangka kasus korupsi.

 

Saya tak mengenal Abdul Wahid secara pribadi, tetapi dari berita dan media sosial, saya melihatnya sebagai sosok muda penuh harapan—pemimpin yang ingin membawa Riau menjadi negeri yang maju dan bermartabat.

 

Namun, takdir berbicara lain. Dalam sekejap, harapan itu runtuh. Baru delapan bulan menjabat, namanya sudah terseret pusaran kasus. Dalam waktu singkat, pujian berubah menjadi caci, sanjungan berganti cibiran.

 

Begitulah hidup. Hari ini seseorang dipuji, esok bisa saja dicela. Kemarin ia dielu-elukan, kini mungkin harus berjalan dengan kepala tertunduk. Nasib manusia berputar secepat waktu.

 

Saya membayangkan keluarganya—istri, anak, orang tua—yang mungkin masih tak percaya dengan kabar itu. Dalam semalam, kegembiraan berubah menjadi kegetiran. Tak ada yang tahu kapan ujian hidup datang. Kadang, yang kita banggakan justru menjadi sumber ujian paling berat.

 

Tapi tulisan ini bukan soal OTT Abdul Wahid. Ini soal bagaimana nasib bisa berubah dalam seketika.

 

Kita semua memiliki turbulensi kehidupan masing-masing. Ada yang diuji dengan jabatan, ada dengan harta, dan ada pula dengan kehilangan. Ada yang sehat tapi kesepian, ada yang berkecukupan tapi keluarganya porak-poranda.

 

Setiap manusia punya jalannya sendiri, punya beban yang berbeda.

Karena sesungguhnya setiap manusia memiliki aib. Bahkan, jika Allah membuka aib umat-Nya, kita tidak akan sanggup berjalan mengangkat muka. Sekarang ini kita masih hidup nyaman lantaran Allah sedang menutup aib kita.

 

Di sinilah iman berperan. Agama menjadi tempat berlabuh ketika semua tampak runtuh. Karena pada akhirnya, tidak ada satu pun ujian yang datang tanpa ukuran.

 

Semua musibah harus bisa kita sikapi dengan benar dan penuh tanggung jawab. Jangan sampai musibah itu bisa menghancurkan kita, akan tetapi lewat cobaan itulah yang membuat kita semakin kokoh dalam hidup dan rasa keagamaan kita.

 

Allah tidak akan membebani seseorang di luar batas kesanggupannya. Pertanyaannya, kalau besok giliran kita, sudah siapkah iman kita? ✽

 

Oleh Ridarman Bay

Ketua Lembaga Hikmah & Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (LHKP PWM) Provinsi Kepri.

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *