Dewan Pendidikan Kepri, Lahir dengan Janji, Tapi Tercekik Anggaran

Oleh: Ridarman Bay, SE, MM

Wakil Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau

Di tengah hiruk-pikuk pelabuhan Sri Bintanpura Tanjungpinang yang ramai, saya sering termenung memandang laut.

Airnya biru, tapi bagi kami di Dewan Pendidikan (DP) Kepri, itu lebih seperti penghalang raksasa. Bayangkan, punya ide brilian untuk memajukan pendidikan, tapi terhambat ombak dan dompet kosong.

Pengalaman saya sebagai anggota DP ini bukan cuma cerita pribadi, tapi cerminan nasib lembaga yang lahir dengan gagah, tapi tak kunjung bergerak.

Seperti judul opini Tempo beberapa waktu lalu: “Pendidikan di Pinggiran, Anggaran di Tengah” – realita Kepri memang begitu.

Semuanya bermula dari seleksi ketat dua tahun silam. Pengumuman lowongan anggota DP bikin hati berdegup.

Saya langsung siapkan diri: malam-malam ditemani teh tarik, saya telusuri literatur tentang dewan pendidikan.

Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sampai studi kasus dewan di provinsi lain. Tugasnya jelas: kasih rekomendasi kebijakan, awasi kualitas sekolah, dan dorong inovasi.

Saya mengkhayalkan, DP bisa jadi katalisator buat anak-anak Kepri, yang potensinya melimpah tapi akses pendidikannya terbatas.

Seleksi usai, dan syukurlah, saya lolos. Pelantikan oleh Gubernur Kepri berlangsung khidmat di aula kantor gubernur, Tanjungpinang, lengkap dengan pidato penuh semangat tentang “generasi emas”.

Saat itu, ide-ide brilian langsung mengalir: program literasi digital untuk siswa di pulau terluar, kolaborasi dengan industri Batam (mungkin dalam bentuk CSR), bikin kurikulum vokasi, atau pelatihan guru berbasis budaya Melayu di Bintan.

Semangat 1945 bangkit lagi – rasanya, pendidikan Kepri bisa setara dengan Jakarta atau Surabaya. Tapi, realita menampar. Dewan ini tak pernah dibackup dana dari Pemprov, terutama Dinas Pendidikan.

Awal-awal, kami gaspol, rapat dengan para kepala sekolah di Batam, Bintan, dan Tanjungpinang. Diskusi seru tentang atasi kekurangan tenaga pengajar atau integrasikan teknologi di sekolah.

Sekali-dua kali, masih bisa – keluar kocek pribadi untuk beli tiket kapal ferry. Tapi, rencana turun ke kabupaten/kota lain? Apa daya, letak geografis Kepri yang kepulauan bikin semuanya ribet.

Untuk ke kabupaten harus nyebrang laut, ongkosnya selangit – minimal Rp500 ribu per orang untuk ferry ke pulau-pulau kecil, belum lagi akomodasi. Apalagi jika ke Natuna atau Anambas yang pakai pesawat. Teruk la

Biaya besar itu bukan cuma angka, tapi penghalang nyata untuk program berkelanjutan. Sudah dua tahun berlalu, anggaran nol besar.

Tahun depan? Kayaknya sama saja, apalagi di era efisiensi budget nasional ini. Pemprov sibuk urus biaya birokrasi, tapi lupa lembaga strategis seperti DP.

Apa mau dikata? Kami serius ikut seleksi, dilantik gubernur, rapat awal berjalan lancar. Kini? Stagnan total. Ide-ide numpuk, tapi tiada bisa di eksekusi.

Sepertinya Pemprov tak satu kata dengan perbuatan: lahirkan dewan dengan fanfare (gegap gempita), tapi tak beri “makan” – tidak ada dukungan finansial yang layak.

Pertanyaannya, kalau memang tidak ada duit, kenapa dulu diselenggarakan seleksi pendaftaran calon anggota dewan pendidikan?

Ini bukan keluhan semata, tapi seruan. Di media nasional seperti Kompas, sering muncul berita sukses dewan pendidikan di Jawa Tengah, yang anggarannya Rp2 miliar per tahun untuk kunjungan lapangan.

DKI Jakarta mengalokasikan Rp1,5 miliar. Bahkan NTT yang juga kepulauan mendapat Rp800 untuk mobilitas ke daerah-daerah.

Kenapa Kepri tak bisa? Geografis kepulauan memang tantangan, tapi justru butuh dana lebih untuk transportasi. Tanpa itu, dewan ini cuma formalitas, sementara anak-anak di Lingga atau Natuna haus akan perubahan.

Pemprov harus bertindak tegas: alokasikan Rp1 miliar (minimal ratusan juta untuk operasional), termasuk subsidi transportasi laut. Kolaborasi dengan swasta, seperti perusahaan di Batam, juga bisa jadi jalan keluar.

Jangan sampai Dewan Pendidikan Kepri jadi korban kebijakan yang salah dan efisiensi – pendidikan adalah investasi, bukan beban.

Anak-anak Kepri pantas dapat pendidikan yang terbaik, bukan cuma janji kosong. Saatnya Pemprov buktikan komitmennya, sebelum ombak laut ini benar-benar tenggelamkan harapan.***

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *